jaman-jaman di kasih tugas nulis cerpen, sibuk deh mau nyontek cerpen siapa. cari internet atau minta tolong orang atau curi punya temen (nah yang terakhir kayak nya jangan di tiru deh) haha... alhasil dengan kemampuan terbatas dan kebodohan tanpa batas, jadilah sebuah cerpen ala oom bama yang beberapa bagiannya (katanya) masih sinetron banget... haha... maklum lah bukan penulis handal... tapi mungkin kalo nulis skenario untuk sinetron indonesia yang gak ada habis-habisnya yang sampe ribuan episode yang pemeranny bakal mati dan hidup lagi jadi bidadari atau hantu, saya patut di perhitungkan kali ya....
inilah persembahan dari saya, semoga dapat menghibur.... terimakasih :D
Ramadhan si Tukang Becak
Oleh: Muhammad Iqbal Nugraha
“aku pulang duluan ya !” teriaknya pada teman-temannya yang masih asik mengobrol membicarakan pertandingan sepak bola semalam.
![]() |
ni si tukang becak |
Putra namanya, seorang pelajar kelas 2 SMA yang (katanya) favorit di kota ini. Cuaca terik di siang Ramadhan itu membuat semua orang yang sedang berpuasa menjadi semakin kehausan. Hari itu Putra pulang terlambat karena harus mengikuti pelajaran tambahan, remedial. Ia ingin cepat pulang, lalu shalat Ashar kemudian tidur hingga menjelang magrib.
Putra sedikit berlari menuju suatu gubuk kecil di pinggir jalan dekat sekolah, pangkalan ojek.
“OJEEEEEEKKKKK !!!!!!” teriaknya, merogoh kantongya, dan mengeluarkan satu lembar uang Rp1000 dan satu lembar uang Rp2000.
“waduh, uang segini mana cukup untuk naik ojek.” Katanya dalam hati.
Ongkos ojek dari sekolah ke rumahnya lima ribu rupiah, artinya ia membutuhkan dua ribu rupiah lagi untuk pulang naik ojek.
“gak jadi deh mas, uang saya gak cukup” ujarnya tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Putra melanjutkan perjalanan sambil sesekali memanfaatkan pepohonan yang ada di pinggir jalan untuk berteduh menghindari sinar matahari yang semakin menjadi-jadi. Ia sudah sangat lemas. Ingin pulang tapi tak cukup uang. Nasib.
“mau saya antarkan dik?” sapa seorang bapak tua penarik becak yang mengejutkannya menawarkan bantuan.
Putra menoleh sejenak diam dan terpaku serius melihat dan mempertimbangan penawaran si Tukang Becak ini. Ia sudah melihat si Bapak ini dari tadi duduk menunggu penumpang, namun Putra gengsi jika harus naik becak. Padahal kalau dipikir-pikir uangnya cukup untuk membayar ongkos becak.
“boleh deh pak” jawabnya sambil naik ke becak si Bapak.
Bapak tua itu tersenyum girang dan mulai menggenjot pedal. Gesit, cepat dan hati-hati. Semilir angin membuat Putra yang duduk santai di atas becak mengantuk. Agar tidak bosan, Putra berniat mengajak si Bapak mengobrol. Namun saat ia menoloh ke belakang, matanya tersentak, tajam, tertuju pada sebuah botol air minum dingin yang digenggam oleh si Bapak.
“Bapak enggak puasa?” tanya Putra sambil mencoba untuk tidak suuzan terhadap si Bapak.
“enggak dik. Bapak kan kerja berat. Capek” sahut si Bapak sambil menegukkan botol minumannya ke mulut.
“tapi Bapak harus tetap menghormati orang yang berpuasa dong, ini kan Bulan Ramadhan, pak” kata Putra membalas.
“dik, bapak berpuasa tidak hanya di Bulan Ramadhan saja. Bapak berpuasa setiap hari. Selama bapak menjadi tukang becak, bapak selalu berpuasa. Sering kali tidak berbuka karena penghasilan bapak tidak cukup untuk membeli makanan” bapak itu menjelaskan
Mendengarkan penjelasan si Bapak, Putra hanya bisa terdiam merasa bersalah dan tak berkata sepatah katapun.
Tak terasa Putra yang diam sejak mendengar penjelasan si Bapak kini sampai di depan rumahnya. Turun dari becak, Putra meminta si Bapak untuk menunggu sebentar.
Tanpa mengucapkan salam, Putra masuk ke rumah dan segera terburu-buru menuju dapur. Celingak-celinguk kanan-kiri mengambil kantong plastik, membungkus nasi kuning dan beberapa kue yang disiapkan untuk berbuka magrib nanti, lalu keluar rumah dan memberikannya kepada si Bapak.
“loh, apa ini?” si Bapak kebingungan.
“oh iya Pak, tunggu sebentar lagi ya !” jawabnya sambil berlari kecil menuju dalam rumah. Semakin membuat si Bapak bingung apa yang dilakukan Putra.
Putra berlari lagi menuju kamarnya dan merogoh kocek celana jeans-nya mengeluarkan dua lembar uang Rp5000 yang bergambarkan pahlawan Imam Bonjol itu. Berlari lagi ia menuju luar rumah dan bertemu si Bapak,
“nih pak !” sambil memberikan dua lembar Imam Bonjol tadi.
“waduh dik, ini berlebihan” jawab bapak yang lagi-lagi semakin bingung dibuat Putra.
“itu kue, nasi dan sedikit uang untuk Bapak” ujar Putra sambil melebarkan senyumnya.
“alhamdulillah, terima kasih ya dik” kata si Bapak mengucap syukur kepada Allah
Setelah menerima uang, kue dan nasi tadi, si Bapak pun kembali hendak berjalan dan bersiap menggenjot pedal becaknya,
“eh Pak tunggu Pak !” sedikit berteriak Putra memanggil si Bapak.
“ada apa dik ?” tanya si Bapak
“ini ongkos becaknya” jawab Putra sambil menyodorkan satu lembar uang Rp1000 dan satu lembar uang Rp2000.
“gak perlu dik, tadi kan adik sudah banyak memberi” kata si Bapak menolak pemberian Putra.
“yang tadi adalah rezeki untuk Bapak, dan yang ini adalah hak untuk Bapak yang merupakan kewajiban bagi saya” jawab Putra sedikit memaksa.
Si Bapak yang tadi menolak kembali bersyukur atas apa yang diperoleh nya hari itu. Dan menggenjot becaknya kembali mencari penumpang. Putra kembali masuk ke dalam rumah dengan senyum sumringah. Ia merasakan apa yang dinamakan kebahagiaan spiritual. Yaitu kebahagian ketika menolong bukan ditolong ataupun kebahagiaan ketika memberi bukan diberi. Putra sadar bahwa masih banyak orang yagn kesusahan seperti Bapak tadi. Penghasilan yang minim menharuskannya berpuasa setiap hari. Bahkan berpuasa tanpa berbuka.
Putra yang sudah, mengganti baju, berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu dan mendirikan shalat Ashar yang tertinggal akibat pelajaran tambahan di sekolah hari itu. Putra benar-benar mendapatkan pelajaran yang berharga dari si Bapak penarik becak tadi. Ia bersyukur kepada Allah SWT atas apa yang dimilikinya selama ini. Bersamaan dengan itu, di radio terdengar pula lantunan lagu
“jika aku menjadi seperti mereka yang kurang beruntung mungkin saja tulang dan darahku takkan kuat setiap detik, mengeluh”
___SELESAI___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar